Omongan Budayo vol. 12: “Ekspedisi #KodeNusantara pada Upacara Seren Taun Ciptagelar
Omongan Budayo vol. 12: “Ekspedisi #KodeNusantara pada Upacara Seren Taun Ciptagelar
Tanggal: Sabtu, 30 September 2017
Waktu: 13.30– 16.00 WIB
Tempat: Sekretariat Baru Sobat Budaya, Jalan Tebet Barat Dalam IV No. 6, Jaksel (Peta lokasi: bit.ly/SobatBudayaHQ)
Sewindu Hari Batik Nasional
Batik merupakan ikhwal kriya tekstil yang tak asing bagi orang Indonesia, bahkan sering menjadi simbol bangsa Indonesia. Batik dikenal erat kaitannya dengan kebudayaan etnis Jawa di Indonesia bahkan semenjak zaman Raden Wijaya (1249-1309) pada masa kerajaan Majapahit. Namun pada dasarnya berbagai bahan sandang yang memiliki corak batik juga ditemukan di luar pulau Jawa. Misalnya saja di Jambi, dan beberapa tempat di Kalimantan dan Sulawesi.
Batik Indonesia sebagai keseluruhan teknik, teknologi, pengembangan motif, pemaknaan, filosofi, status sosial, alam, sejarah dan keseluruhan budaya yang terikat dan terkait telah ditetapkan sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009 silam. Sewindu sudah Hari Batik Nasional kita rayakan secara suka cita.
Secara lebih mendalam, batik telah menjadi identitas menunjukan status sosial sesuai pemaknaan tersirat di balik setiap motif batik dan menjadi cerita serta bagian penting seseorang sejak lahir hingga meninggal. Layaknya kisah romantika cinta kasih yang tersirat di balik motif batik truntum, keperkasaan, keberanian, kepeminpinan dan pengayoman bagi rakyat yang dilambangkan dalam simbol lukis batik sawat, dan harapan akan dukungan semesta untuk kesuburan pertanian dalam gambaran awan mega mendung.
Perjalanan batik menjadi warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi bukanlah sebuah perjalanan yang singkat. Dimulai dari temuan cap tangan di Gua Toraja di masa prasejarah 40.000 tahun silam, yang menggunakan teknik serupa dengan teknik membatik. Kemunculan teknik serupa di relief-relief Candi Borobudur, munculnya motif kawung pada kacu Raden Wijaya, literasi batik yang ditulis Raffles dalam buku History of Java dan kebijakan Gubernur Ali Sadikin untuk menggunakan batik sebagai seragam nasional untuk mengangkat harkat dan perekonomian kelompok pembatik.
Hingga, di tahun 2005 muncul inisiatif pendataan ragam motif batik di nusantara yang dilakukan oleh IACI (Indonesia Archipelago Cultural Initiatives). Tiga tahun pendataan yang menghasilkan ribuan motif batik menghasilkan temuan geometri yang menjadi aturan pola setiap motif batik, yakni geometri fraktal. Pada tahun 2008 inilah lahir temuan Fisika Batik dan “Peta Kekerabatan Batik Nusantara” oleh Hokky Situngkir, Presiden Bandung Fe Institute, dengan supervisi Yohanes Surya dan Sultan Hamengku Buwono X. Setahun setelahnya, UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia.
Membatik itu menggambar. Keutuhannya sebagai corak merupakan kepatutan estetika lukis, tetapi batik tak memiliki kepatutan geometri konvensional. Intelektual nusantara memang bukanlah cendekiawan yang melahirkan modernisme. Ternyata geometri di akhir millennium menemukan lagi geometri lain yang digunakan oleh banyak bangsa yang di sebut “peradaban Timur”, termasuk nusantara, Indonesia. Geometri itu disebut “fraktal.”
Batik Fraktal Nusa Bangsa, 34 Provinsi
Dalam kurun waktu sewindu perayaan Hari Batik Nasional, Pekalongan mendapatkan predikat sebagai Kota Batik di tahun 2014 dan meningkatkan industri batik di Indonesia, “Peta Kekerabatan Batik Nusantara” dipamerkan dalam Frankfurt Book Fair pada bulan Oktober 2015, serta telah terkumpul 6.149 motif batik dan kain nusantara.
Sewindu, memiliki kekhususan makna tersendiri di nusantara. Windu yang merupakan selang waktu selama 8 tahun dan menjadi 1 siklus dalam penanggalan jawa. Perayaan sewindu dan kelipatannya dianggap lebih penting dibanding tahun-tahun lainnya. Kini, Hari Batik Nasional telah melewati masa windu pertama dan akan memasuki siklus waktu berikutnya.
Hari Batik Nasional yang telah berusia sewindu sudah seharusnya bisa diresapi dan dimaknai secara lebih mendalam untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia, serta dampak dan manfaat “Hari Batik Nasional” terhadap masyarakat Indonesia. Lalu bagaimana kita telah memaknai “Sewindu Hari Batik Nasional?”
Refleksi “Sewindu Hari Batik Nasional” ini akan dibawa dalam diskusi Omongan Budayo vol. 12 yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu, 30 September 2017, Pukul 13.30 – 16.00 WIB bertempat di Sekretariat Sobat Budaya, Jl. Tebet Barat Dalam IV No. 6, Jakarta Selatan.
Rundown Acara
Sabtu, 30 September 2017
- 13.30-14.00: Registrasi
- 14.00-14.05: Pembukaan
- 14.05-14.10: Sambutan dan Pengenalan Sobat Budaya (Siti Wulandari, Ketua Umum Sobat Budaya)
- 14.10-14.50: Pemaparan Materi Ekspedisi Ciptagelar (Tim Ekspeditor)
- 14.50-15.10: #KodeNusantara dalam Upacara Seren Taun Ciptagelar (Hokky Situngkir, Presiden Bandung Fe Institute)
- 15.10-15.40: QnA
- 15.40-16.00: Diskusi dan Reflekksi “Sewindu Hari Batik Nasional”
- 16.00-16.05: Penutupan
Tentang Sobat Budaya
Sebuah komunitas pemuda yang berupaya melestarikan budaya tradisional Indonesia melalui gerakan sejuta data budaya (GSDB). GSDB adalah suatu upaya gotong royong untuk membangun perpustakaan digital budaya Indonesia (PDBI) dengan alamat situs www.budaya-indonesia.org. Gerakan yang berawal dari Kota Bandung, diluncurkan pertama kali di Istana Negara tanggal 13 Desember 2011 yang hingga saat kini telah berkembang dan merambah di beberapa daerah di Indonesia. Sekarang tercatat 43 Sobat Budaya di daerah-daerah. Guna memberikan payung hukum atas komunitas-komunitas tersebut, maka sejak 7 Juli 2014, telah berdiri Yayasan Sobat Budaya.
Tentang Bandung Fe Institute (BFI)
Merupakan lembaga riset kompleksitas pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 2002. Bandung Fe Instutite telah menghasilkan puluhan hasil riset kompleksitas yang bisa dilihat di laman http://bandungfe.net/ dan jurnalisme data sains Indonesia yang bisa dibaca di https://bfinews.com/.
Nara Hubung:
Regina (Networking Sobat Budaya)
Ph.0878-0726-7067