Pemerintah Jangan Kurangi Bantuan Iuran BPJS Kesehatan Bagi Warga Miskin
Jakarta, 15 Oktober 2021 – INFID dan BPJS Watch mendesak dan meminta pemerintah untuk tidak berhenti mendukung kelompok warga miskin dan tidak mampu, untuk memiliki jaminan kesehatan, karena tugas negara untuk hadir dan melindungi warganya.
Kementerian Sosial menghapus hampir 9 juta warga miskin dari daftar Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Padahal, pandemi COVID-19 jelas menambah jumlah warga miskin akibat meningkatnya angka pengangguran dan matinya banyak usaha kecil dan menengah. Keputusan ini tentunya justru membuat masyarakat sudah jatuh, tertimpa tangga. Padahal, Undang-Undang No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada pasal 14, mengamanatkan pemerintah untuk membayar iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional bagi peserta fakir miskin dan tidak mampu dalam BPJS Kesehatan. Kepesertaan ini dikenal dengan nama Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).
PBI JKN bertujuan agar seluruh warga negara, termasuk warga miskin dapat tercakup dalam JKN (universal health coverage/UHC). Mengikuti RPJMN, target JKN/UHC di tahun 2024 diharapkan dapat menjangkau 98% penduduk Indonesia. Data kepesertaan JKN sendiri yang terdaftar per akhir Agustus 2021 sebanyak 225.964.199 orang (83% penduduk Indonesia), dengan peserta yang menunggak (tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan) sebanyak 17.365.671 orang. Artinya, orang yg real menjadi peserta JKN/UHC per Agustus 2021 adalah 205.598.528 orang (76% penduduk Indonesia).
Namun demikian, Menteri Sosial Tri Rismaharini pada tanggal 15 September 2021 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) No. 92/HUK/2021 Tentang Penetapan PBI JKN Tahun 2021 untuk BPJS Kesehatan. Risma selaku Mensos menetapkan kepesertaan PBI JKN 2021 sejumlah 87 juta jiwa. Peserta PBI JKN tersebut terdiri dari 74 juta jiwa berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, dan 12,6 juta jiwa dari data lanjutan verifikasi pemerintah daerah (pemda). Data lanjutan verifikasi pemda ini dapat berpotensi menurunkan total jumlah PBI JKN lagi, bila ternyata saat verifikasi data menemukan warga sudah meninggal, pindah segmen, atau data ganda.
Padahal, saat ini jumlah peserta PBI JKN per 1 September 2021 sebanyak 96,1 juta jiwa, dari kuota yang dibiayai APBN sebanyak 96,8 juta jiwa (tercantum dalam nota keuangan RAPBN 2021 dan 2022). Yang artinya Presiden dan Menteri Keuangan sudah menetapkan bahwa kepesertaan PBI JKN tidak mengalami perubahan untuk tahun 2022.
Melihat selisih jumlah peserta PBI JKN per 1 September 2021 dengan jumlah PBI JKN berdasarkan Kepmensos, maka kemudian terdapat sekitar 9 juta jiwa warga miskin yang dihapus dari penerima bantuan iuran kesehatan oleh pemerintah.
Selain Kepmensos, surat Menteri PPN/Bappenas kepada Presiden RI tanggal 26 Juli 2021, juga berpotensi menghalangi pencapaian target 98% jaminan kesehatan nasional pada 2024. Dalam surat itu, Suharso menjelaskan bahwa usulan tersebut merupakan tindak lanjut arahan Presiden pada Sidang Kabinet 5 Januari 2021 terkait target penerima Program Bantuan Sosial harus berdasarkan kerentanan.
Dari sejumlah pertimbangan, Menteri PPN/Bappenas memberikan skenario program dengan catatan penurunan jumlah peserta bantuan sosial hingga 2024, di antaranya penyesuaian masing-masing kuota pada Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, dan tentunya PBI JKN. Khusus Program PBI JKN, skenario tahun 2021 mencatat 96,8 juta jiwa, dikurangi menjadi sebanyak 80 juta jiwa pada 2022, kembali berkurang menjadi 60 juta jiwa di tahun 2023, dan menjadi sebanyak 40 juta jiwa pada tahun 2024.
Melihat kepada Kepmensos yang menghapus 9 juta warga miskin dalam PBI JKN, serta surat Menteri PPN/Bappenas yang berencana melakukan skenario pengurangan PBI JKN hingga 2024, maka kebijakan tersebut terbilang aneh. Kebijakan ini kontradiktif dengan data BPS yang justru menunjukkan kenaikan pengangguran sebesar 1,82 juta orang akibat dampak pandemi COVID-19. Angka ini merujuk pada angka pengangguran BPS di Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang, dibandingkan Februari 2020 sebanyak 6,93 juta. Angka kenaikan pengangguran tersebut tentunya juga selaras dengan angka kenaikan persentase penduduk miskin yang dirilis oleh BPS.
Sepertinya kepesertaan jaminan kesehatan nasional 98% hanya ilusi dan tidak akan pernah terjadi.
Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch menegaskan, “Jaminan kesehatan adalah hak dasar yang dijamin UUD 1945, dan kemudian dimandatkan kepada pemerintah. Oleh karenanya BPJS Watch menolak kehadiran Kepmensos No. 92 Tahun 2021 yang menghapus 9 juta warga penerima bantuan iuran BPJS kesehatan. Justru seharusnya bantuan iuran kesehatan dalam tahun kedepan perlu diperluas karena kita tahu pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan jumlah warga miskin dan pengangguran”.
Sementara itu, Bona Tua, Senior Program Officer SDGs INFID menyampaikan, ”Marah-marah di daerah terkait data dan bantuan tidak akan memberikan solusi. Kemensos dan BPJS Kesehatan harus membuka data 9 juta warga miskin yang dihapus dari bantuan kesehatan dengan by name by address, atau minimal berdasarkan wilayah, gender, usia atau pendapatan dan pekerjaan. Efisiensi realokasi anggaran APBN hingga 4,5 triliun dari penghapusan 9 juta PBI JKN juga harus dilakukan terbuka dan diperuntukkan manfaatnya bagi warga miskin dan pengangguran”
Dukung Petisi, “Mensos, Kembalikan 9 Juta Orang Miskin Yang Dihapus Dari JKN” pada tautan https://www.change.org/JanganKurangiBantuan .
Narahubung:
- Timboel Siregar / BPJS Watch – 081281394939
- Bona Tua / INFID – 081296414142