Catatan awal tahun INFID 2020 – “INDONESIA MAJU DENGAN SDM BERKUALITAS, SETARA, DEMOKRATIS DAN MENGHORMATI HAK ASASI MANUSIA”
Jakarta, 10 Januari 2020, Tahun 2019 ditandai dengan serangkaian peristiwa politik besar di Indonesia; proses Pemilihan Presiden dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat pusat maupun daerah dengan masa kampanye panjang (6 bulan) yang gaduh dan menciptakan polarisasi, pelantikan anggota DPR dan MPR pada 1 Oktober 2019, dilanjutkan dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019; serta pelantikan anggota Kabinet Indonesia Maju (KIM) pada 23 Oktober 2019. Kami sepakat dengan visi dan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Indonesia bergerak dan naik kelas menjadi negara maju. Namun yang menjadi pekerjaan rumah lima tahun ke depan adalah mencapai Indonesia yang semakin maju, setara dan non-diskriminatif dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul untuk bisa meningkatkan daya saing sosial ekonomi. Dengan latar belakang di atas, INFID memberikan catatan dan mengajukan usulan kepada Presiden Jokowi dan DPR,
Sugeng Bahagijo selaku Direktur Eksekutif INFID mengatakan, bahwa peristiwa penting di tahun ini adalah tidak disahkannya beberapa Undang-Undang (UU) yang sangat krusial bagi kemajuan dan masa depan Indonesia, antara lain Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Ini berarti, kasus-kasus kekerasan seksual kepada anak dan kaum perempuan akan terus berlanjut tanpa upaya sistematis dan preventif dari negara. Pemerintah bersama Komnas Perempuan harus memastikan agar RUU PKS, yang telah masuk ke dalam daftar 50 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, segera disahkan menjadi UU.
Sementara itu, Zumrotin K. Susilo, Komisioner Komnas HAM Periode 2002-2007, menyampaikan bahwa upaya mengurangi kekerasan terhadap perempuan yang sudah berhasil pada tahun 2019 adalah revisi UU Perkawinan N0. 1 Tahun 1974 untuk menaikkan usia perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan adanya putusan tersebut, diharapkan kualitas SDM akan lebih baik dan angka kematian ibu bisa turun. Zumrotin menyampaikan bahwa keberhasilan ini tetap harus dikawal untuk implementasinya, karena banyak kasus Pengadilan Agama di daerah memberikan dispensasi nikah kepada anak dibawah umur dengan alasan yang bahkan tidak diatur dalam undang-undang.
Selain itu, Pemerintah Indonesia sudah mengikatkan diri dalam kesepakatan pembangunan global bernama Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2030. Setelah lima tahun implementasi TPB berjalan, strategi dan cara percepatan menjadi kata kunci dalam komitmen pelaksanaan dan pencapaian TPB ke depan, baik untuk Pemerintah Pusat dan Daerah. Perbaikan dan perluasan jaminan sosial. Indonesia lima tahun ke depan akan menyaksikan jumlah Lansia yang terus meningkat dibanding penduduk usia muda. Sementara itu, jaminan sosial yang melindungi Lansia masih sangat terbatas.
Pembicara ketiga, Mugiyanto selaku Direktur Program INFID menyatakan bahwa tahun 2019 merupakan tahun yang berat, khususnya karena maraknya politik identitas dalam Pemilu yang memicu suburnya intoleransi. Dalam pemerintahan Jokowi periode kedua ini, diharapkan adanya kebijakan dan sikap tegas pemerintah Indonesia untuk memajukan dan memperkuat toleransi dan kebhinekaan Indonesia. Selanjutnya, Mugiyanto menyebutkan arahan Presiden Jokowi kepada Menkopolhukam untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan langkah yang baik. Pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD bahwa KKR sebagai mekanisme non-judisial diperlukan karena tidak semua kasus bisa ditangani melalui pengadilan (judicial), mensyaratkan kesepahaman dari pihak-pihak terkait. Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, organisasi masyarakat sipil (OMS) dan korban pelanggaran HAM serta DPR harus duduk bersama untuk mengesahkan RUU KKR pada tahun 2020 nanti. Sesuai dengan namanya dan berdasarkan praktik komisi kebenaran di negara-negara lain, tujuan utama KKR di Indonesia adalah merangkul kembali para keluarga korban melalui pemenuhan hak-hak mereka, menghilangkan stigma sosial politik dan mengakui bahwa pelanggaran HAM masa lalu tidak boleh terulang kembali.
Sementara dalam upaya untuk lebih membumikan pemenuhan HAM, pada tahun 2019 semakin banyak pemerintah Kabupaten dan Kota yang mengadopsi prinsip dan norma HAM dalam menjalankan roda pemerintahan dengan kerangka Kabupaten/Kota HAM (Human Rights Cities). Kami mengharapkan adanya dukungan yang lebih konkret dari pemerintah terkait inisiatif melokalkan HAM ini melalui kebijakan nasional, yaitu Peraturan Presiden (Perpres).
Selain itu, Mugiyanto juga mengatakan bahwa INFID mengapresiasi bahwa aspek-aspek mengenai penghormatan HAM oleh sektor bisnis (Bisnis dan HAM) telah dimasukkan dalam Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM tahun 2019), tetapi tantangan untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran HAM di sektor bisnis masih besar. Kemudian, Mugiyanto juga menekankan agar pembuatan Omnibus Law yang dimaksudkan untuk mempermudah investasi, harus memperhatikan dan tidak melanggar HAM.
Terakhir, INFID mengajak dan mendorong pemerintah untuk melanjutkan dan melembagakannya dalam kebijakan “Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat” dalam upaya memajukan partisipasi masyarakat sipil untuk dapat ikut serta mengatasi isu-isu publik jangka panjang seperti Toleransi, Perubahan Iklim-Kerusakan Lingkungan Hidup, Kesetaraan Gender dan Ketimpangan Sosial-Ekonomi serta Hak Asasi Manusia.