ISU MASYARAKAT SIPIL YANG MENJADI AGENDA UTAMA G20 INDONESIA 2022
Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan G20 (Group of 20) pada November 2022. G20 akan menjadi gelaran bersejarah dan momentum penting bagi Indonesia, karena forum ini akan menghasilkan kebijakan-kebijakan perekonomian dunia yang berdampak langsung pada keberlangsungan pembangunan di tanah air.
Indonesia akan secara resmi menerima estafet presidensi dari Italia pada 1 Desember 2021. Sherpa G20 Kementerian Luar Negeri RI Dian Triansyah Djani menyampaikan bahwa Presidensi G20 yang akan dilakukan di Indonesia merupakan kesempatan penting untuk menyoroti perhatian pemulihan pandemi dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang. “Presidensi Indonesia punya lima tema prioritas yang sudah disetujui. Kita mau mencapai semangat kerja sama, kepemimpinan global, pemulihan inklusif dan berkelanjutan, membawa suara negara berkembang untuk memastikan ekonomi dunia yang terbuka, adil dan saling menguntungkan,” terang Dian Triansyah Djani, dalam acara C20 Indonesia Virtual Launching pada Selasa, 31 Agustus 2021.
Gelaran G20 Indonesia juga disertai sejumlah mesin penggerak, salah satunya C20 Indonesia yang merupakan koalisi puluhan organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang bergerak di berbagai macam isu. C20 Indonesia secara resmi telah memetakan isu-isu kunci yang esensial untuk diperjuangkan dan membagi mereka ke dalam tujuh kelompok kerja: 1) Akses Vaksin dan Kesehatan Global; 2) Energi dan Iklim; 3) Pembiayaan Pembangunan dan SDGs; 4) Pendidikan dan Kewarganegaraan; 5) Kesetaraan Gender; 6) Anti Korupsi; dan 7) Keuangan dan Perpajakan.
Dalam kelompok Akses Vaksin dan Kesehatan Global, C20 Indonesia memandang Pandemi Covid-19 menjadi arena monopoli ilmu pengetahuan dan kekayaan intelektual, sehingga menghalangi penanganan pandemi secara global. Akses masyarakat kepada vaksin, obat-obatan, dan produk kesehatan dibatasi oleh kepemilikan hak paten dan aturan kekayaan intelektual. Kecepatan laju vaksinasi antara negara maju dengan negara berkembang juga sangat ketimpangan.
Untuk isu energi dan iklim, C20 Indonesia mendorong pelaksanaan ekonomi hijau, pajak karbon, penurunan nilai batubara, hingga kesetaraan gender dalam akses terhadap energi. “85 persen produksi batubara kita dihasilkan oleh empat provinsi; Kaltim, Kalteng, Kalbar, dan Sumsel. Bayangkan 10 tahun ke depan produksi dan ekspor batubara kita menurun dan memberikan dampak ekonomi serius terhadap daerah-daerah penghasil batubara. Oleh karena itu kita perlu melihat dan mengantisipasi dampaknya,” jelas Fabby Tumiwa, bagian dari working group Energy and Climate C20 Indonesia.
Kelompok Pembiayaan Pembangunan dan SDGs mendorong G20 untuk memprioritaskan kesejahteraan pekerja migran dengan tuntutan penurunan biaya pengiriman remitansi yang eksploitatif karena telah berkontribusi secara signifikan dalam gerak ekonomi. Indonesia harus mendorong agenda remitansi yang Inklusif man menghasilkan tata kelola remitansi nasional yang bermanfaat bagi pekerja migran. Berkembangnya teknologi digital untuk mempercanggih sistem keuangan berbasis teknologi (financial technology) akan mempermudah dan mempermurah pengiriman jerih usaha pekerja migran Indonesia ke kampung halaman.
Sementara kelompok kesetaraan gender akan mengangkat rekomendasi-rekomendasi strategis untuk meningkatkan kesetaraan hak dan akses pada perempuan, laki-laki serta kelompok marjinal dalam hal pemberdayaan ekonomi, termasuk mendekatkan teknologi yang dapat dijangkau oleh kelompok marjinal dan mempertahankan usaha dan ekonomi keluarga, terlebih di masa pandemi. Selain itu penting juga memastikan program pendampingan dan pelayanan bagi korban kekerasan berbasis gender. “Kita melihat bahwa masalah gender masih menjadi faktor ketimpangan pembangunan. Problem gender masih menjadi faktor nomor dua yang terkuat yang memperbesar ketimpangan pembangunan, di mana kelompok marjinal dan rentan belum dilihat sebagai bagian dari entitas dari pembangunan yang belum dilibatkan secara berkualitas.” tegas Mike Verawati, bagian dari working group Kesetaraan Gender C20 Indonesia.
Kelompok kerja Anti-Korupsi menggaungkan sejumlah prioritas isu mulai dari pemberantasan korupsi di sektor maritim dan transisi energi, pencucian uang dan asset recovery, serta mendorong transparansi dan integritas korporasi, melalui akselerasi keterbukaan pemilik manfaat akhir (beneficial ownership/BO). Hingga saat ini isu transparansi BO belum mampu dituntaskan oleh negara anggota G-20, termasuk Indonesia. Keterbukaan data BO akan bermanfaat untuk melakukan pencegahan korupsi di sektor yang berisiko tinggi serta menutup celah terjadinya modus penghindaran pajak.
Pada kelompok Digital Taxation, C20 Indonesia akan mengadvokasi langkah-langkah untuk mengenakan pajak kepada masyarakat dengan kekayaan yang tinggi (wealth tax) serta pajak bagi ekonomi digital (digital tax). “Pemulihan ekonomi bisa diwujudkan kalau anggaran pajak kita cukup dengan mendorong adanya keadilan pajak, yaitu orang-orang yang punya pendapatan besar tidak lepas dari kewajibannya untuk membayar pajak.” ujar Maria Lauranti, perwakilan C20 Indonesia dari Working Group Digital Taxation.
Terkait dengan Keuangan dan Perpajakan, Investasi berskala besar dibutuhkan yang memenuhi tujuan adaptasi dan mitigasi iklim sejalan dengan mandat PBB untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di 2030 dan Persetujuan Paris untuk tahun 2050. Peran investasi publik dan swasta dapat diakselerasi jika regulasi mendukung proses transisi energi yang berkeadilan secara ekonomi, lingkungan dan sosial. Sebagai salah satu instrumen untuk mengakselerasi peran institusi keuangan dalam pendanaan iklim diperlukan taksonomi yang berlaku secara universal. Taksonomi dibentuk agar menjadi standar untuk mengklarifikasi mana aktivitas bisnis yang berkontribusi secara lingkungan dan sosial, sekaligus mendorong transformasi regulasi dan arah pembiayaan ke sektor hijau.
Selain investasi, sistem perpajakan merupakan satu instrumen yang perlu diperkuat mengingat perkembangan ekonomi digital yang memiliki skala besar dengan kapitalisasi pasar lebih dari USD 7 triliun, namun belum berkontribusi maksimal dalam meningkatkan penerimaan pajak. Oleh karena itu diperlukan tindakan besar yang sifatnya lebih inklusif, di mana negara maju dan berkembang bersama-bersama menyusun aturan pajak yang lebih berkeadilan dalam mengatasi permasalah ini. Tuntutan C20 Indonesia antara lain adalah mendorong G20 untuk membentuk komisi pajak internasional di bawah naungan PBB, menetapkan global minimum tax rate sebesar 25%, mencabut moratorium e-commerce yang dikeluarkan oleh WTO, dan menindaklanjuti agenda global dalam mengatasi aliran keuangan gelap dengan menyusun pencatatan terhadap beneficial ownership dan aset global untuk semua perusahaan, termasuk menerbitkan country-by-country report yang dapat diakses secara online dan gratis untuk umum.
Co-Sherpa G20 2022 dari Kemenko Perekonomian RI mendukung adanya sistem perpajakan yang dapat menunjang pembangunan berkelanjutan melalui pajak karbon yang pemanfaatannya dapat digunakan pembangunan rendah karbon, menciptakan potensi energi ramah lingkungan, dan untuk mendukung usaha untuk masyarakat berpenghasilan rendah.” jelas Ferry Ardiyanto, Koordinator I (Co-Sous Sherpa) G20 Indonesia 2022, Asisten Deputi Kerjasama Ekonomi Multilateral, Kemenko Perekonomian RI.
Sesuai dengan mandatnya, C20 Indonesia berkomitmen untuk menjadi rumah bagi suara masyarakat sipil dan memperjuangkan isu-isu ini ke forum G20 hingga kebijakan-kebijakan yang mendorong pembangunan Indonesia dan kesejahteraan publik dapat terealisasi.
Narahubung:
Intan Bedisa (intanbedisa@infid.org)
Instagram: C20indonesia